Literatur Peranan & Fungsi Bahasa Indonesia
Manusia
tidak dapat lepas dari bahasa. Terbukti dari penggunaannya untuk
percakapan sehari-hari, tentu ada peran bahasa yang membuat satu sama
lain dapat berkomunikasi, saling menyampaikan maksud. Tak hanya dalam
bentuk lisan, tentu saja bahasa juga digunakan dalam bentuk tulisan.
Pemikiran seseorang tentunya akan lebih mendapat pengakuan ketika
sudah “dituliskan” sehingga orang lain yang membaca akan mengetahui apa
yang ingin disampaikan seorang penulis. Pada dasarnya seluruh kegiatan
manusia akan sangat berkaitan erat dengan bahasa. Entah sekedar
bercakap-cakap dengan teman, atau dalam kegiatan formal seperti
sekolah, kuliah bahkan dalam pekerjaan. Filsafat juga tidak dapat lepas
dari bahasa. Banyak filsuf yang justru mengawali pemikirannya dari
problem bahasa. Tentunya bahasa disini bukan berarti sekedar
mempelajari tata gramatikal bahasa ataupun bahasa asing, melainkan
bagaimana pengertian seseorang dapat terpengaruh ‘hanya’ dari
penggunaan kata-kata atau pemikiran. Sangat penting untuk dapat tetap
berpikir kritis dalam mengerti ucapan seseorang maupun teks.Teori-teori yang berkembang dalam filsafat bahasa inilah yang kemudian menjadi alat bagi setiap orang untuk dapat lebih mengeksploitasi sebuah pemikiran, baik yang terucapkan maupun dalam bentuk teks.Mungkin akan terkesan “ah, bahasa kan sama saja dengan perbincangan sehari-hari, apa susahnya sih? Toh, ucapan-ucapan itu bisa saja mudah dimengerti.” Memang kesannya bahasa tidak ada kaitannya dengan filsafat. Tapi Bahasa ternyata tidak hanya mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dengan orang lain, tetapi juga dapat menjadi hal yang kompleks. Sebuah perjanjian antar negara juga menggunakan bahasa yang disepakati pihak-pihak yang terkait agar tercapai kesepakatan. Tanda-tanda yang hadir dalam kehidupan kita sehari-hari juga bagian dari bahasa. Contoh, rambu-rambu lalu lintas tentu akan sangat tidak efisien jika dituliskan dalam bentuk huruf.
Para pengguna jalan tentu tidak akan sempat membaca tulisan-tulisan itu. Karena itu untuk mempermudah, dibuat simbol-simbol yang dikonvensikan dan dimengerti masyarakat. Lalu bagaimana dengan bahasa isyarat?
Ada orang-orang yang tentu tidak dapat menggunakan bahasa verbal, karen itu dibuatlah kode-kode khusus agar komunikasi tetap dapat berjalan dengan baik. Dan banyak kode-kode khusus lain yang dibuat untuk mempermudah menyampaikan sebuah pesan. Bahasa verbal pun ternyata tidak dapat diartikan secara harafiah begitu saja.
Ada kalanya sebuah teks atau percakapan akan menggunakan ‘kode-kode’ penyampaian. Misalkan dalam bahasa puisi. Ataupun politikus-politikus yang menggunakan kiasan-kiasan ketika berpidato atau sekedar menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dari banyaknya peran bahasa ini, kita dapat melihat bahwa mengerti bahasa bukan hal yang mudah. Harus ada kekritisan dalam menerjemahkan sebuah pesan. Inilah pentingnya peran interpretasi. Tanpa interpretasi, tentunya semua akan mengalir dengan datar. Nampak membosankan bukan jika puisi ditulisakan sama dengan percakapan sehari-hari. Justru simbol-simbol yang ada semakin memperindah penggunaan bahasa.
Kudera dalam bukunya The Art of Novel mengatakan bahwa manusia akhir-akhir ini memiliki kecenderungan ‘malas’ menginterpretasi segala sesuatu. Semakin maju perkembangan zaman, manusia justru semakin terlihat pasrah menerima begitu saja segala sesuatu yang hadir. Tak ada keinginan untuk mengartikan tanda-tanda disekitarnya. Akibatnya, keberagaman hidup semakin berkuran. Ada kesan ingin menyeragamkan segalanya. Menyedihkan sekali jika suatu saat semua orang menjadi ‘robot’ yang tidak memiliki keunikan masing-masing. Hal ini terjadi akibat hilangnya sense seseorang untuk berani memaknai teks.
Ada tiga tipe orang-orang yang dianggap sebagai iblis pematian makna. Tipe pertama adalah orang-orang yang selalu menertawakan ide-ide baru. Tipe-tipe oang semacam ini yang seringkali menjatuhkan mental seseoarang yang ingin menyampaikan ide baru, dan tentu saja seperti oang-orang konservatif, mereka tidak menginginkan perubahan. Tipe yang kedua adalah orang-orang yang tidak mau mengartikan bahasa dan tanda yang ada, ibarat umat yang ‘dibodohi’ oleh nabinya, mereka menurut begitu saja pada dogma yang disampaikan oleh sang nabi. Hal ini sangat berbahaya terutama bagi kreatifitas. Tanpa imajinasi tentunya tidak akan ada keberagaman hidup. Dan tipe yang terakhir adalah tipe orang-orang yang hanya meniru yang sudah ada. Ketiga tipe inilah yang seharusnya dihindari oleh setiap orang agar perkembangan bahasa, tanda, dan pemaknaan menjadi lebih beragam.Filsafat mencoba membawa bahasa pada pembahasan yang lebih kritis.
Ada beberapa poin yang dapat dikaitkan dengan bahasa. Antara lain dengan
– akal, yang sangat erat dengan logika.
– Makna dan interpretasi, yang merupakan bagian yang sudah melekat dengan bahasa.
– Konvensi, karena tanpa konvensi bahasa tidak ada artinya karena tidak dimengerti oleh semua orang.
– Dimensi bahasa obyektif, dapat dimengerti oleh semua untuk mengatasi ruang dan bersifat universal dan ilmiah.
– Intertekstualitas, bagaimana teks-teks lain saling mempengaruhi pemahaman seseorang.
Dan dari sinilah kita kemudian dapat mencoba menganalisa sebuah teks atau tanda dengan aliran-aliran yang berkembang dari filsafat bahasa
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu (1) sebagai bahasa nasional dan (2) sebagai bahasa negara.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
(1) sebagai lambang kebanggaan nasional
(2) sebagai lambang identitas nasional,
(3) sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosiala budaya dan bahasanya, dan
(4) sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
(1) sebagai bahasa resmi negara
(2) sebagai pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan
(3) sebagai bahasa resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan, dan
(4) sebagai bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Sifat Ragam bahasa Ilmu
Sesuai dengan fungsi di atas, tidak mengherankan bila bahasa Indonesia memiliki berbagai ragam bahasa. Berdasarkan tempat atau daerahnya, bahasa Indonesia terdiri dari berbagai dialek, antara lain dialek Jakarta, Jawa, Medan, dan lain-lainnya; berdasarkan penuturnya didapati ragam bahasa golongan cendekiawan dan ragam bahasa golongan bukan cendekiawan; berdasarkan sarananya didapati ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis; berdasarkan bidang penggunaannya didapati ragam bahasa ilmu, ragam bahasa sastra, ragam surat kabar, ragam bahasa undang-undang, dan lain-lainnya dan berdasarkan suasana penggunaannya bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua ragam bahasa, yaitu ragam bahasa resmi dan ragam bahasa santai.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa penyebutan bahasa Indonesia ragam ilmu itu berdasarkan bidang penggunaan bahasa. Jika dilihat dari segi penuturnya, ragam bahasa ilmu termasuk ragam bahasa golongan cendekiawan; jika dilihat dari sarananya, ragam bahasa ilmu termasuk ragam bahasa lisan dan termasuk ragam bahasa tulis; jika dilihat dari suasana penggunaanya, jelas bahwa ragam bahasa ilmu termasuk ragam bahasa resmi; dan yang terakhir, bila dilihat dari segi daerah atau tempat penggunaannya, jelas bahwa ragam bahasa ilmu tidak termasuk dalam suatu dialek karena ragam bahasa ini digunakan oleh cerdik pandai dari seluruh pelosok tanah air.
Dengan demikian, ragam bahasa ilmu dapat dijelaskan sebagai suatu ragam bahasa yang tidak termasuk suatu dialek, yang dalam suasana resmi, baik secara tertulis maupun lisan digunakan oleh para cendekiawan untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar